A.
Komponen
Perencanaan Kurikulum
Menurut
Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and
Instruction (1949) yang telah dikutip juga oleh Nasution berjudul Asas-Asas
Kurikulum (1995.17-18) mengatakan bahwa terdapat adanya empat komponen
perencanaan kurikulum diantaranya yakni, tujuan, bahan pelajaran, proses
belajanr mengajar dan evaluasi atau penilaan. Keempat komponen tersebut satu
sama lain saling berhubungan erat. Tujuannya yaitu untuk menentukan bahan apa
yang akan dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai.
Demikianpula penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat
dipentingkannya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka
timbul kecenerungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum,
proses belajar-mengajar cenderung mengutmakan latihan dan hafalan.
Bila salah satu komponen beruah,
misalnnya di tonjolkannya tujuan yang baru, atau proses belajar-mengajar, misalnya
metode baru, atau cara penilaian, maka semua komponen lainnya turut mengalami
peruahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun
lebih jelas.
1.
Tingkat
–Tingkat Tujuan
a.
Aims
Aims yang menunjukkan arah umum pendidikan. Secara ideal, aims
merefleksikan suatu tingkat tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis
dan psikologis masyarakat (Seller, 1985: 175 dalam Mohammad Ansyar 1989: 93).
Dengan perkataan lain aims adalah
statemen tentang hasil kehidupan yang diharapkan (expected life outcomes) berdasarkan skema nilai filsafar hidup (Boudy ,1971:13).
Menurut Zais, (1976:298) aims untuk tujuan pendidikan jangka panjang yang
digali dari nilai-nilai filsafat suatu Bangsa.
Zais
menjelaskan tujuan kurikulum (aim) merupakan pernyataan yang melukiskan
keidupan yang diharapkan, tujuan atau hasil yang didasarkan pada pandangan
filsafat dan tidak langsung berhubungan dengan dengan tujuan sekolah. Tujuan
ini mungkin dapat dicapai setelah seseorang menyelesaikan pendidikan.
Barangkali aims ini dapat disamakan dengan “tujuan pendidikan nasional” di
Indonesia, karena pada tujuan pendidikan nasional ini dinyatakan keinginan
bangsa Indonesia untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang berlandasakan
filsafat hidup bangsa Indonesia yang bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak
berkaitan langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau hasil proses belajar
mengajar dalam ruang-ruang kelas.
Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh dari situasi
sekolah dan hasilnya mungkin jauh setelah proses belajar-mengajar di sekolah
selesai. Contohnya untuk menjadikan manusia yang memiliki rasa tanggung jawab
pada negara, atau manusia yang sehat jasmani dan rohani, berbudi pekerti luhur,
mandiri dan lain-lain. Dan ini hanya mungkin dapat dicapai setelah anak
menyelesaikan beberapa tingkatan pendidikan formal, informal dan bahkan mungkin
non formal. Untuk mencapai tujuan umum “aims” perlu ditentukan pula yang lebih
spesifik dari aims tersebut yang biasa dinamakan dengan goals.
b.
Goal
Goals
merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan objectives. Yang tersebut
terakhir adalah tujuan yang dicapai sebagai hasil belajar dalam ruang-ruang
kelas sekolah (Seller, 1985: 179) dengan perkataan lain, goals adalah hasil proses belajar menurut suatu sistem sekolah (Zais,
1976:306). Goals
lebih umum dari objectives dan bukan
merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang kelas dan untuk mencapainya
memerlukan seperangkat objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan
berpikir analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi dan mengamalkan ajaran
agama Islam dan lain sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat
disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan institusional.
c.
Objektive
Tingkat tujuan yang paling rendah
adalah objektif, (di Indonesia adalah tujuan istruksional). Tujuan objektif
menggambarkan tujuan suatu unit atau pokok bahasan yang lebih spesifik yang
merupakan hasil proses belajar dalam ruang kelas sekolah. Pada tingkat ini,
kita berbicara tentang kemungkinan pemakaian abyektif tingkah laku (behavioral objective) yang menunjukkan
tingkah laku yang eksplisit yang dimiliki siswa setelah mengikuti pelajaran
(Tyler, 1949: 94). Contoh kemampuan
objektif yang dikuasai siswa misalnya,
yaitu proses belajar-mengajar dalam ruang-ruang kelas sekolah atau
kegiatan belajar-mengajar setiap hari sebagai hasil implementasi kurikulum.
Umpamanya siswa menguasai prinsip-prinsip dasar ilmu kimia, siswa dapat
menyelesaikan secara benar 4 dari 5 soal-soal persamaan kuadrat, pada pelajaran
pendidikan agama Islam, siswa dapat mendemonstrasikan rukun wudlu dengan
tertib, dan lain sebagainya. Jadi, semakin spesifik, terukur, dan dapat diamati
kemampuan hasil belajar siswa sebagai tanda bahwa siswa benar-benar
menguasai pelaran tersebut, dan dapat dilanjutkan oleh guru ke pelajaran berikutnya.
2.
Bahan
Ajar
a.
Definisi
Konten
b.
Syarat
Pemilihan Bahan Ajar
c.
Sumber
Bahan Ajar
Sumber
bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari
sumber bahan ajar, siswa dapat dilibatkan untuk mencarinya. Misalnya, siswa ditugasi
untuk mencari koran, majalah, hasil penelitian, dsb. Hal ini sesuai dengan
prinsip pembelajaran siswa aktif (CBSA). Berbagai sumber dapat di gunakan untuk
mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:
1)
Buku
Teks
Buku teks
yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk digunakan sebagai
sumber bahan ajar. Buku teks yang digunakan sebagai sumber bahan ajar untuk
suatu jenis mata pelajaran tidak harus hanya satu jenis, apa lagi hanya berasal
dari satu pengarang atau penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar
dapat memperoleh wawasan yang luas. Buku teks merupakan sumber informasi
yang disusun dengan struktur dan urutan berdasar bidang ilmu tertentu.
2)
Laporan
Hasil Penelitian
Laporan hasil penelitian yang diterbitkan
oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk
mendapatkan sumber bahan ajar yang aktual atau mutakhir.
3)
Jurnal
( Penerbitan Hasil Penelitian dan Pemikiran Ilmiah)
Penerbitan berkala yang berisikan hasil
penelitian atau hasil pemikiran sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai
sumber bahan ajar. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian
dan pendapat dari para ahli di bidangnya masing-masing yang telah dikaji
kebenarannya.
4)
Pakar
Bidang Studi
Pakar atau ahli bidang studi penting
digunakan sebagai sumber bahan ajar.
Pakar tadi dapat dimintai konsultasi mengenai
kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb.
5)
Buku
Kurikulum
Buku
kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar
kurikulum itulah standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat
ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum hanya
berisikan pokok-pokok materi. Gurulah yang harus menjabarkan
materi pokok menjadi bahan ajar yang terperinci.
6)
Lingkungan
(Alam, Sosial, Seni Budaya, Industri, Ekonomi)
Berbagai
lingkungan seperti lingkungan alam, lingkungan sosial, lengkungan seni budaya,
teknik, industri, dan lingkungan ekonomi dapat digunakan sebagai sumber bahan
ajar. Untuk mempelajari abrasi atau penggerusan pantai, jenis pasir, gelombang
pasang misalnya kita dapat menggunakan lingkungan alam berupa pantai sebagai
sumber bahan ajar.
3.
Aktifitas
Belajar Siswa
a.
Definisi
Aktifitas Belajar
Aktifitas belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modification or
streng-thening of behavior throught experiencing). Menurut pengertian ini, belajar adalah suatu proses suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi
lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Belajar sangat dibutuhkan karena adanya
aktivitas, dikarenakan tanpa adanya aktivitas proses belajar tidak mungkin
berlangsung dengan baik. Pada proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan
seluruh aspek peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga perubahan
perilakunya dapat berubah dengan cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan
dengan aspek kognitif afektif maupun psikomotor (Nanang , 2010:23).
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik
maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling berkaitan.
Lebih lanjut lagi piaget menerangkan dalam buku Sardiman bahwa jika seorang
anak berfikir tanpa berbuat sesuatu, berarti anak itu tidak berfikir (Sardiman,
2011:100).
Menurut Nanang dan Suhana (2010:24) menjelaskan bahwa
aktivitas belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi
peserta didik, berupa hal-hal berikut ini:
1.
Peserta
didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya
motivasi internal untuk belajar sejati.
2.
Peserta
didik mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat memberikan
dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.
3.
Peserta
didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.
4.
Menumbuh
kembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan
peserta didik.
5.
Pembelajaran
dilaksanakan secara konkret sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan
berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.
6.
Menumbuh
kembangkan sikap kooperatif dikalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi
hidup, sejalan dan serasi dengan kehidupan di masyarakat di sekitarnya.
Adapun jenis-jenis aktifitas belajar Menurut Diedrich yang dikutip (dalam Nanang
dan suhana , 2010:24) menyatakan,
aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu sebagai berikut:
1.
Kegiatan-kegiatan
visual (visual activities), yaitu membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran dan mengamati orang lain bekerja
atau bermain.
2.
Kegiatan-kegiatan
lisan (oral activities), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan
pendapat, berwawancara diskusi dan interupsi
3.
Kegiatan-kegiatan
mendengarkan (listening activities), yaitu mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, atau mendengarkan radio.
4.
Kegiatan-kegiatan
menulis (writing activities), yaitu menulis cerita, menulis laporan,
memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan
mengerjakan tes serta mengisi angket.
5.
Kegiatan-kegiatan
menggambar (drawing activities), yaitu menggambar, membuat grafik,
diagram, peta dan pola.
6.
Kegiatan-kegiatan
motorik (motor activities), yaitu melakukan percobaan, memilih
alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan,
serta menari dan berkebun.
7.
Kegiatan-kegiatan
mental (mental activities), yaitu merenungkan mengingat, memecahkan
masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat
keputusan.
8.
Kegiatan-kegiatan
emosional (emotional activities), yaitu minat, membedakan, berani,
tenang, merasa bosan dan gugup.
Dengan adanya pembagian jenis aktivitas di atas,
menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika
kegiatan-kegiatan tersebut dapat tercipta di sekolah, pastilah sekolah-sekolah
akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas
belajar yang maksimal.
Definisi aktifitas belajar Menurut Mulyono (2001 :
26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang
dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktifitas.sedangkan Menurut Sriyono aktivitas adalah segala
kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa
selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan
siswa untuk belajar.
b.
Strategi
Belajar Yang Efektif
Menurut Supardi (2010:95)
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah pembelajaran yang aktif, interaktif,
kreatif, edukatif, dan menyenangkan. Untuk terjadinya hal tersebut dibutuhkan
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran mengandung
rentetan aktivitas yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar kompetensi
sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Strategi
pembelajaran juga mengandung siapa melakukan apa dalam proses pembelajaran,
bagaimana melaksanakan tugas pembelajaran, serta dimana kegiatan pembelajaran
berlangsung. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bila
dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa diartikan merupakan pola-pola
umum kegiatan guru siswa dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Strategi
merupakan istilah lain dari pendekatan, metode atau cara. Di dalam kepustakaan
pendidikan istilah-istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian.
Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam
mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a
plant, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick&Carey
menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar
pada siswa. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang guru dalam proses pembelajaran.
(Hamzah, 2008: 183).
Menurut Reigeluth (2002: 87) Strategi mengorganisasi isi pelajaran disebut
sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan dan
mensintesis fakta, konsep, prosedur, dan prinsip yang berkaitan. Strategi
pengorganisasian dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi makro dan
strategi mikro. Strategi makro terkait kepada metode untuk mengorganisai isi
pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep, prosedur atau prinsip.
Strategi mikro mengacu kepada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran
yang berkisar pada satu konsep, prosedur atau prinsip.
Ada berbagai metode strategi
pembelajaran, contohnya Bacakilat, Mind Mapping atau Teknik Memori. Berikut
metode strategi pembelajaran untuk siswa yang akan diterapkan:
1)
BacaKilat
Bacakilat adalah sebuah teknik
yang dikembangkan dan diajarkan oleh Agus Setiawan (anda bisa mendapatkan
bukunya di Gremedia terdekat, berjudul
Bacakilat : Kiat Membaca 1 halaman/ detik). Metode bacakilat merupakan
sistem belajar, terdiri dari 3 langkah sederhana dalam belajaar yaitu tujuan
membaca, Bacakilat, dan Aktivitas manual. Tujuan membaca berguna untuk
menentukan target yang ingin dicapai siswa. baca kilat adalah teknik membaca dengan cepat
alias kilat. Teknik baca kilat ini dirancang agar para pembacanya bisa membaca
dan memahami buku satu halaman dalam waktu hanya satu detik. Terlihat sangat
mustahil, tapi inilah nyatanya. Baca kilat menggunakan teknik dimana informasi
yang didapat langsung dimasukkan ke dalam pikiran bawah sadar Anda, di mana
pikiran bawah sadar adalah tempat tersimpannya kebiasaan, memori jangka
panjang, keyakinan, keahlian, karakter dan intuisi. Sehinga jangan heran jika
para pembaca kilat mampu memahami isi keseluruhan sebuah buku kurang dari lima
menit. Ada dua cara mendapatkan manfaat dari Bacakilat ini. Pertama menggunakan
aktivasi manual. Dengan menggunakan aktivasi manual, Anda akan menyelesaikan
buku Anda paling tidak 3 kali lebih cepat dari pada Anda menggunakan cara
biasa. Anda mendapatkan pemahaman yang lebih cepat dan lebih mudah, serta tahan
lama, karena semua ada dalam memori jangka panjang. Aktivasi manual menggunakan
isi buku untuk memancing pengertian dan pemahaman, memicu memori untuk memprosesnya
ke pikiran sadar. Cara yang kedua adalah menggunakan aktivasi otomatis.
Aktivasi otomatis ini adalah saat informasi yang ada dalam memori jangka panjang
Anda keluar dengan sendirinya karena Anda sedang membutuhkannya, baik karena
Anda melakukan sesuatu atau karena Anda bertanya dan membutuhkan jawaban
tertentu.
2)
Mindmapping
Menurut Buzan dalam bukunya “Buku Pintar Mind Mapp”,
Mind Mapping adalah suatu cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara
harfiah akan memetakan pikiran-pikiran (Buzan, 2009: 4). Prinsip kerja metode pembelajaran ini
sangat sederhana yakni berdasarkan
prinsip otak kiri dan otak kanan. Otak kiri merupakan bagian yang cenderung
berhubungan dengan analisa, angka, logika, detail. Sedangkan otak kanan
merupakan bagian yang berhubungan dengan kreativitas, imajinasi, gambaran besr,
konseptual, dalam proses belajar kita cenderung menggunakan ingatan kita,
setelah memahami materi pelajaran memorry sangat erat kaitannya dengan otak
kanan sehingga belajar menggunakan dominan otak kanan akan terasa seru,
menyenangkan dan mudah untuk diingat. Bagaimana belajar dengan pendekatan otak
nakan? Dalam, maindmap, kita akan membuat atau ringkasan materi pembelajaran
dengan menggunakan kata kunci (otak kanan), warna (otak kanan), dan gambar
(otak gambar). Semua itu adalah cara belajar dengan pendekatan otak kanan.
Maindmapping tudak hanya berguna untuk pembelajaran saja, tetapi juga untuk
mencatat, meringkas, hingga perencanaan.
Menurut Edward, Mind Mapping
adalah cara paling efektif dan efisien untuk memasukan, menyimpan dan
mengeluarkan data dari atau ke otak. Sistem ini bekerja sesuai cara kerja alami
otak kita, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh potensi dan kapasitas otak
manusia (Edward, 2009: 64).
bahwa metode Mind Mapping adalah
suatu teknik mencatat yang dapat memetakan pikiran yang kreatif dan efektif
serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak baik belahan otak kanan
atau belahan otak kiri yang terdapat didalam diri seseorang (Bobby:,2003: 153).
Dengan menggunakan metode Mind Mapping dapat
menghasilkan catatan yang memberikan banyak informasi dalam satu halaman.
Sehingga dengan metode Mind Mapping daftar informasi yang panjang bisa
dialihkan menjadi petakan yang berwarna-warni, sangat teratur dan mudah diingat
yang selaras dengan cara kerja alami otak.
3)
Teknik
Memory
Jika kita harus berhadapan dengan
urusan menghafal, otak langsung merasa malas. Untuk membuat menghafal menjadi
mudah dan menyenangkan, kamu bisa menggunakan strategi pembelajaran ini. Mirip
dengan mindmapping, metode pembelajaran teknik memory menggunakan pendekatan
dominan otak kanan. Ada beberapa pembelajaran teknik memori antara lain teknik
lokasi, teknik plasetan, teknik jembatan keledai, dan lain sebagainya.( Eric,
2002: 170)
4.
Evaluasi
a.
Devinisi
Evaluasi
Menurut Tyler (dalam Muhammad
Zaini, 2009: 143) menyatakan bahwa Evaluasi adalah proses untuk mengetahui
apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau terealisasikan. Sedangkan
pengertian evaluasi menurut Rutman (1983:67) ialah penggunaan metode ilmiah
untuk menilai implementasi dan outcomes suatu
program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Selain itu menurut
Chelimsky (1989) mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektivitas suatu program.
Menurut Sukamadinata (2009:173), Evaluasi merupakan
kegiatan yang luas, kompleks dan terus menerus untuk megetahui proses dan hasil
pelaksanaan sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi juga meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat
sangat informal sampai dengan yang sangat formal.
Berdasarkan beberapa pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasikan dan efektivitas suatu
program. Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan
nilai dari sesuatu. Dimana evaluasi dalam pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu proses dalam usaha untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk memebuat keputusan akan perlu tidaknya
memperbaiki sistem pembelajaran sesuai pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (Zaini,
2009:142).
b.
Evaluasi
Formatif dan Sumatif
a.
Evaluasi
Formatif
Menurut
Scriven (1991: 67) dalam diktat teori dan praktek evaluasi program
bimbingan dan konseling (Aip Badrujaman, 2009), evaluasi formatif adalah
suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu produk atau program
tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan
tujuan untuk melakukan perbaikan.
Evaluasi
Formatif Yaitu evaluasi yang digunakan untuk mencari umpan balik guna
memperbaiki proses belajar mengajar bagi guru maupun peserta didik. Evaluasi
formatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakan ketika program
masih berlangsung atau ketika program masih dekat dengan permulaan kegiatan.
Misalnya, selama pengembangan program paket kurikulum, evaluais formatif akan
melibatkan pemeriksaan konten oleh ahli, pilot tes terhadap sejumlah siswa, tes
lapangan terhadap siswa yang lebih banyak dan dengan guru di beberapa sekolah,
dan lain sebagainya. Pada evaluasi formatif, audiensinya personalia program,
mereka yang bertanggung jawab atas pengembangan kurikulum. Evaluasi formatif
harus mengarah kepada keputusan tentang perkembangan program termasuk
perbaikan, revisi, dan semacamnya.
Evaluasi
formatif (kadang-kadang disebut sebagai internal)
adalah sebuah metode untuk menilai layak program sementara kegiatan program
sedang membentuk (dalam proses). Ini bagian dari evaluasi
berfokus pada proses.
Dengan
demikian, evaluasi formatif pada dasarnya dilakukan dengan cepat. Mereka
mengizinkan desainer, peserta didik, dan instruktur untuk memantau seberapa
baik tujuan instruksional dan tujuan telah terpenuhi. Evaluasi Formatif
juga berguna dalam menganalisis materi pembelajaran, dan prestasi belajar
siswa, dan efektifitas guru Evaluasi Formatif terutama suatu proses pembangunan
yang menumpuk serangkaian komponen bahan baru, keterampilan, dan masalah
menjadi keseluruhan yang berarti utama. Guyot (1978: 70)
1) Tujuan
Evaluasi Formatif
a) Evaluasi
formatif adalah mengetahui sejauh mana program yang dirancang dapat
berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. Dengan diketahui hambatan dan
hal-hal yang menyebabkan program tidak lancar, pengambilan keputusan secara
dini dapat mengadakan perbaikan yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan
program.
b) Untuk
memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan
suatu produk atau program.
2) Fungsi
Evaluasi Formatif
a) Sebagai
balikan bagi siswa dan guru tentang kemajuan belajar.
b) Untuk
memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaikai proyek, kurikulum, atau
lokakarya.
3) Teknik
Evaluasi Formatif
Evaluasi
formatif terdiri dari beragam bentuk. Menurut Martin Tessmer (1996) dalam
diktat teori dan praktek evaluasi program bimbingan dan konseling (Aip
Badrujaman, 2009) evaluasi formatif dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Review
ahli (expert review)
Evaluasi
dimana ahli yang mengkaji ulang program layanan dengan atau tanpa kehadiran
evaluator. Ahli bisa ahli materi, ahli teknis, perancang, atau instruktur.
Evaluasi ini dilakukan terhadap program muatan layanan yang masih kasar atau
masih dalam rancangan (draft) untuk mengetahui kelebihan dan
kelemahannya.
i.
Kelebihan dari review ahli adalah :
a. Review
menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi
yang diperoleh dari evaluasi orang per orang, kelompok kecil, atau uji
lapangan.
b. Kadang-kadang
ahli yang dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah.
ii.
Sedangkan kelemahannya adalah :
a. Review
ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa.
b. Review
ahli membutuhkan biaya tinggi jika orang ahli harus didatangkan dari wilayah
yang jauh.
b) Evaluasi
orang per orang (one-to-one evaluation)
Evaluasi
ini dilakukan dengan wawancara yang dilakukan secara perorangan oleh evaluator
terhadap beberapa siswa dimana secara satu persatu siswa diminta untuk
memberikan komentarnya mengenai program layanan yang sedang dikembangkan.
Selain itu siswa juga biasanya diminta untuk menyelesaikan pre dan post test
untuk mengukur efektifitas program layanan.
Keuntungan
dari evaluasi ini adalah evaluasi ini memberikan informasi dari sudut pandang
siswa, serta evaluasi ini dapat dilakukan dengan mudah, cepat, murah, dan
produktif.
c) Evaluasi
kelompok kecil (small group).
Evaluasi
di mana evaluator mengujicobakan suatu program layanan pada suatu kelompok
siswa dan mencatat performance dan komentar-komentarnya.
d) Uji
lapangan (field test)
Evaluasi
di mana evaluator mengobservasi program layanan yang diujicobakan kepada
sekelompok siswa tertentu dalam suatu situasi nyata. Evaluasi ini dilakukan
terhadap suatu program layanan yang sudah selesai dikembangkan, tapi masih
membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir.Salah satu kelebihan dari
uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi ini akan diperoleh informasi apakah
program layanan dengan menggunakan menggunakan metode tertentu akan benar-benar
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
4) Manfaat
data penilaian hasil belajar formatif
Data hasil belajar
formatif dapat diperoleh guru secara langsung pada akhir proses belajar
mengajar berupa hasil skor pasca tes. data ini disamping menggambarkan penguasaan
tujuan instruksi oleh para siswa, juga memberi petujuk kepada guru tentang
keberhasilan dirinya dalam mengajar.
b.
Evaluasi
Sumatif
c.
Kegunaan
Evaluasi Bagi Siswa
d.
Kegunaan
Evaluasi Bagi Guru
Kegunaan
Evaluasi bagi gurusangat banyak dan memilki peran yang sangat penting dalam
melakukan pengajaran dan pendidikan, diantaranya yaitu:
a. memperbaiki
program pengajaran atau suatu pelajaran dimasa mendatang terutama dalam
merumuskan tujuan instruksional, organisasi bahan, kegiatan belajar mengajar,
dan pertanyaan penilaian.
b. meninjau
kembali dan memperbaiki tindakan mengajarnya dalam memilih dan menggunakan
metode mengajar, mengembangkan kegiatan belajar siswa, bimbingan belajar, tugas
dan latihan para siswa, dll.
c. mengulang
kembali bahan pengajaran yang belum di kuasai oleh siswa sebelum melanjutkan
dengan bahan baru, atau memberi penugasan kepada siswa untuk memperdalam bahan
yag belum dikuasainya.
d. melakukan
diagnosis kesulitan belajar para siswa sehingga dapat di temukan faktor
penyebab kegagalan siswa dalam menguasai tujuan instruksional.
e.
Kegunaan
Evaluasi Bagi Orang Tua
B.
Desains
Kurikulum
1.
Definisi
Desains Kurikulum
Definisi
kurikulum dari beberapa ahli yang berpendapat berbeda-beda diantaranya yaitu
seperti yang dikatakan oleh J. Galen Saylor dan William M. Alexnder dalam
bukunya yaitu “The curriculum is the sum
total of school’s efforts to influence learning, whether in the clasroom, on
the playground, or out of school” Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi
anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah
termasuk kurikulum. Kurikulum juga meliputi apa yang disebut dengan kegiatan
ekstrakulikuler.
Menurut
Nana,
(2007:113) desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur
atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua
dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal
menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
Menurut Oemar ,(1993:90)
pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan
teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.
Prinsip-prinsip dalam mendesain menurut Saylor (Hamalik,2007: 177) mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum,
prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan
semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar,
sesuai dengan hasil yang diharapkan.
b.
Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka
merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang
belajar dengan bimbingan guru;
c.
Desain harus
memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan
prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai
kegiatan belajar di sekolah;
d.
Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan
kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa
e.
Desain harus
mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh
diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
f.
Desain harus
menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar
siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada
pengalaman berikutnya.
g.
Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak,
kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
h.
Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.
Tujuan
disain Kurikulum merupakan suatu perencanaan balajar bagi para siswa, maka
dalam perencanaan itu harus berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, sehingga
kurikulum pun harus memenuhi tujuan pendidikan yang akan dicapai dalam
pelaksanaannya. Tujuan dari desain atau organisasi kurikulum
diantaranya :
a.
Memudahkan
anak dalam belajar
b.
Mengetahui
mengenai teori, konsep, pandangan tentang pendidikan,perkembangan anak dan
kebutuhan masyarakat.
c.
Menentukan
apa yang akan dipelajari
d.
Kapan waktu
yang tepat untuk mempelajari
e.
Menentukan
keseimbangan bahan pelajar
f.
Menentukan
keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
Organisasi atau desain kurikulum
berkaitan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Seperti halnya
dengan desain suatu gedung misalnya, desain itu akan berbeda-beda menurut
tujuan gedung itu, apakah untuk sekolah, gudang, toko atau tempat tinggal,
demikian pula ada perbedaan desain kurikulum yang bertalian dengan tujuan yang
diutamakan, apakah penguasaan kebudayaan dan pengethuan umat manusia, ataukah
kebutuhan masyarakat atau anak. Bila tujuannya terutama transmisi atau
penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling sesuai ialah organisasi
kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim disebut subject curiculum.
Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau anak menjadi tujuan utama maka
kurikulum yang paling serasi ialah kurikulum yang berdasarkan masalah-masalah
masyarakat atau anak yang biasanya bersifat integrated atau terpadu.
(Oemar, 1993:90)
2.
Desains
Separated Subject Curriculum
Menurut Abdullah dalam bukunya yang
berjudul Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (1999:27) Kurikulum
ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya.
Kurikulum mata pelajaran terpisah (separated subjec curriculum), bahkan
kurikulumnya dimaksudkan dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yaang
kurang mempunyai keterkatan dengan mata pelajaran lainnya. Menurut Tyler menyebutkan dengan school subjec
jenis kurikulum ini telah digunakan, sejak beberapa abad hingga saat inipun
masih banyak didapatkan dilembaga-lembaga pendidikan. Kurikulum ini terdiri dari
mata pelajaran - mata pelajaran, yang
tujuan pembelajarannya adalah anak didik perlu menguasai bahan dari tiap-tiap
mata peljaran yang telah ditentukan secara logis, sistemtis, dan mendalam (soetopo,
1993:78)
Kelebihan:
a.
Bahan
pelajaran disajikan secara sistematis dan logis.
b.
Organisasinya
sangat sederhana, mudah disusun,mudah ditambah atau dikurang jumlah pelajaran.
c.
Penilaian
lebih mudah karena bahan pelajaran didasarkan pada buku pelajaran
tertentu sehingga dapat diadakan ujian umum atau tes yang seragam diseluruh
negara
d.
Memudahkan
guru melaksanakan pengajaran karena bersifat subject correlated (guru setiap
tahun hanya mengulang yang sudah pernah dilakukan sebelumnya).
e.
Mata
pelajaran lebih bisa mendalam
f.
Kebanyakan
orang beranggapan bahwa sekolah adalah persiapan masuk perguruan tinggi,
diperguruan tinggi biasanya organisasi kurikulum sesuai dengan prinsip
terpisah-pisah itu. Jadi organisasi kurikulum di sekolah dasar dan menengah
dengan begitu sesuai dengan organisasi di perguruan tinggi.
Kekurangan:
a.
Kepribadian
kurang
b.
Mata
pelajaran terpisah satu sama lain, hal ini tiak sesuai kenyataan kehidupan yang
sebenarnya.
c.
Tidak
atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Kurang
mengakomodasi minat dan bakat peserta didik
e.
Banyak
terjadi verbalitas dan mengahafal, serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati
oleh anak didik.
f.
Cenderung
statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman
3.
Correlated
Curriculum
Menurut
Oemar (1993: 75) ,
sebagaimana yang termaktub dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan
Pembelajaran, beliau menjelaskan bahwa Correlated kurikulum yaitu:
pengorganisasian kurikilum yang mengedepankan korelasi antara mata pelajaran,
sebagai upaya untuk meminimalisir kelemahan-kelemahan sebagai akibat dari
pemisahan mata pelajaran.
Langkah yang ditempuh dalam mewujudkan upaya ini yaitu menyampaikan pokok-pokok
bahasan yang saling berkorelasi untuk memberikan kemudahan kepada siswa untuk
memahami pelajaran terkait.
Kurikulum jenis ini mengandung
makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang
lainnya,sehingga ruang ligkup bahan yang tercakup semakin luas. Sebagai contoh
mata pelajran fikih dapat dihubungkn dengan mata pelajaran al-Quran Hadist. Pada
saat anak didik mempelajari sholat maka
dapat dihubungkan dengan pelajaran al-Quran .
Correlated Subject curriculum atau correlated
curriculum adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran
(bahan) yang seiring, yang bias secara dekat berhubungan. Hilda Taba mengatakan
“The board fields curriculum is essentially an effort to overcome the
compartementalization and atomatization of curriculum by combining several
spesiic areas into large fields”. Hilda Taba menyebut correlated curriculum
dengan board fields curriculum. Usaha peningkatan dengan menyatukan beberapa
mata pelajaran itu misalnya sejarah, ilmu bumi dan kewarganegaraan
dikombinasikan menjadi ilmu pengetahuan soosial. Correlated
CurriculumOrganisasi kurikulum ini menghendaki agar matapelajaran itu satu sama
lain adahubungan, bersangkut paut walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan
yang lainmasih dipertahankan. Paduan atau fungsi antara beberapa matapelajaran
ini disebut³broad-fields´. Kurikulum ini berusaha menghubungkan antara dua mata
pelajaran atau lebih, sehingga diharapkan peserta didik akan memperoleh
pengetahuan yang utuh dan tidak sepotong-potong seperti pada separate subject
curriculum, misalnya menghubungkan antara matematika, fisika, kimia dan biologi
yang semuanya tergolong dalam IPA; menghubungkan antara sejarah, ekonomi, dan
ilmu social yang memang termasuk dalam IPS.
Kelebihan:
a. Dengan korelasi pengetahuan murid
lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu).
b. Dengan melihat hubungan erat antar
mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah.
c. Korelasi memberikan pengertian yang
lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut.
d. Diutamakan pengertian dan
prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan
penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid.
Kekurangan:
a. Sulit menghubungkan dengan
masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan
sehari-hari sebab dasarnya subject contered
b. Materi yang diajarkan kurang mendalam
c. Broad field tidak memberikan pengetahuan
yang sistematis dan mendalam untuk suatu pelajaran sehingga hal ini dipandang
kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.
d. Belum menyentuh aspek emosi peserta didik
4.
Intergrated
Curriculum
Kurikulum terpadu ( Integrated Curriculum)
merupan suatu produk dari usaha
pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Itegrasi
diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan
solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin atau mata pelajaran.
Integrated Curicculum mempunyai ciri yang
sangan fleksible. Dan tidak menghendaki hasil belajar yang sama dari semua anak
didik. Gur, orangtua, dan anak didik merupakan komponen-komponen yang
bertanggungjawab dalam proses pengembangannya. Kurikulum ini mengalami
kesulitan bagi anak didik terutama dipandang dari ujian akhir atau tes akhir
atau tes masuk yang uniform.
Integrated Curriculum (Kurikulum terpadu
(juga memeningkan aspek-aspek psikologi yang berpengaruh terhadap integrasi
pribadi, individu dan lingkungannya. Kurikulum terpadu, menurut Soetopo,
(1993:80-81) dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yakni : The Child Centered
Curriculum, The Social Functions Curriculum, dan The Experience Curriculum.
Kelebihan:
a. Segala yang dipelajari merupakan inti
yang bertalian erat bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
b. Sesuai dengan pendapat-pendapat
modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam
kehidupannya.
c. Memungkinkan hubungan yang erat
antara sekolah dengan masyarakat.
d. Aktivitas siswa meningkat karena
dirangsang untuk berpikir sendiri dan bekerja sendiri atau bekerja dengan
kelompok.
e. Mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan
dan kematangan murid.
Kekurangan:
a. Guru kita belum disiapkan untuk
melaksanakan kurikulum ini
b. Tidakmemiliki organisasi yang
sistmatis.
c. Memberatkan tugas guru
d. Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada
uniformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
e. Siswa diragukan untuk bisa diajak menentukan
kurikulum.
f. Pelaksanaannya membutuhkan prasarana
yang harus lengkap, padahal pada umumnya sekolah-sekolah masih kekurangan
fasilitas untuk melaksanakan kurikulum ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah Desain Kurikulum ini
mendeskripsikan secara terperinci tentang komponen yang harus ada pada setiap
kurikulum serta desain kurikulum yang dapat digunankan untuk proses
pembelajaran. Wacana tersebut menyebutkan bahwa dalam kurikulum itu terdapat
beberapa komponen, diantaranya adalah tujuan kurikulum, bahan ajar atau materi
atau isi dari kurikulum tersebut, strategi mengajar atau metode mengajar, media
mengajar dan evaluasi pengajaran serta penyempurnaan pengajaran.
Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Setiap
komponen mempunyai isi yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kurikulum.
Desain kurikulum merupakan rencana
pembelajran yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam proses
pembelajaran. Desain kurikulum yang dapat digunakan diantaranya adalah subject
centered design, learned centered design, problem centered design. Setiap
design kurikukum memberikan teknik atau cara yang efektif dalam proses
pembelajaran agar berjalan dengan efektif dan efisien. Tetapi tidak setian
design kurikulum dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam melakukan
proses pembelajaran. Jadi setiap design kurikulum memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam pelaksanannya
B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan demi perbaikan makalah ini
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,Zainal.2011.Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar.2008.Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah.2007.Pengembangan
Kurikulum Teori & Praktik. Yogyakarta:Ar Ruzz Media.
Sukmadinata, Nana S.2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Arifin,
Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Zaini,
Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: TERAS.
Nana Sudjana,
Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Bandung:Sinar Baru Algensindo,2008),
Muhammad Ali,
Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bnadung: Sinar BaruAlgensindo, 2009),
Oemar Hamalik,
Dasar-dasar Pengembangan Kurikukum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
Diposkan
oleh Lilik Maryanto di 21.52 http://li2kmaryanto.blogspot.co.id/2012/06/metode-evaluasi-formatif-dan-sumatif.html
Prof.
Dr. Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum, Jakarta : Rosda Karya hlm
238 UU SISDIKNAS tahun 2003
Robert
S Zais, Curriculum principles and Fundation, Harper and Row publisher , New
York hlm 3 Ibid, Oemar Hamalik, Hlm 253
Prof.
Dr. H Dakir, Perencanaan dan pengembangan kurikulum, Jakarta : rineka cipta,
2010 halm 7
S.Nasution,
pengembangan kurikulum, Bandung : Alumni, 1986, hlm 130
Dr.
H. Ali Mudhofir, M.Ag, Aplikasi pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan bahan ajar dalam pendidikan agama Islam, Jakarta : Raja Grapindo
persada Hlm 11 Http//: evaluasi
kurikulum .html
Prof Dr.H. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan
Pembelajaran, Jakarta : Kencana, 2010, Hlm 338
Buzan. Tony. 2008. Mind Map:
Untuk Meningkatkan Kreativitas. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Jensen. Eric dan Karen Makowitz.
2002. Otak Sejuta Gygabite: Buku Pintar Membangun Ingatan Super. Kaifa
: Bandung.
Porter. De Bobbi dan Hernacki.
2008. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan.
Kaifa : Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar